Brothers & sisters…., menyambung tulisan part 1 ya.. Ketika meninggalkan kota Mataram hari sudah mulai gelap, sang Surya sudah menyelinap di ufuk barat. Lampu-lampu jalan mulai menyala, demikian juga lampu-lampu mobil yang lalu lalang. Kang Silver yang mengendarai Vulcan 650 memimpin di depan sebagai penunjuk jalan, kadang-kadang melaju jauh ke depan hingga hanya terlihat kedip-kedip lampu hazard Vulcannya. Tetapi beliau selalu memonitor dari kaca spion, ketika rombongan Estrella terlalu jauh di belakang beliau melambat dan menunggu.
Semakin jauh meninggalkan kota Mataram lampu jalan semakin berkurang sehingga jalanan semakin gelap. Menyusuri wilayah desa dan kemudian masuk kawasan hutan lampu jalan semakin menghilang. Di kawasan hutan pegunungan yang menanjak dan berliku jalanan benar-benar gelap, kami hanya mengandalkan lampu motor masing-masing. Jalan semakin sempit dan berliku-liku tajam, saya sempat keder ketika jalanan basah karena hujan sebelumnya. Pandangan mata saya sangat terganggu ketika malam gelap seperti itu. Saya yg berada di urutan 4, akhirnya harus mengurangi kecepatan dan tertinggal dari kawan di depan. Tambah gelagapan, saya menunggu rider di belakang saya dan saya persilahkan utk duluan supaya saya bisa mengikuti dari belakang. Saya lihat spion riders lain tidak terlihat, masih ketinggalan di belakang. Akhirnya kami berhenti menunggu yang di belakang. Ketika mereka sudah sampai baru kami jalan lagi. Tidak jauh dari situ kami tiba di Taman Pusuk Sembalun, berhenti di situ untuk istirahat sejenak.
Udara dingin terasa menembus jaket, kondisi sekitar terlihat gelap dan hanya ada sinar bulan yang tertutup mendung. Tulisan Taman Pusuk Sembalun nyaris tidak terbaca. Tempat yang kami tuju sudah dekat di bawah sana. Setelah istirahat sejenak kami melanjutkan perjalanan, kali ini menuruni jalan yang berliku yang sebagian berlobang-lobang jadi harus extra hati-hati. Ketika akhirnya keluar dari kawasan hutan mulai terlihat lampu-lampu penduduk. Jalanan juga sudah lebih lebar dan mulus. Jalanan sangat sepi, kami hanya berpapasan dengan beberapa kendaraan, mungkin penduduk setempat. Hanya beberapa menit kami sudah tiba di penginapan di Sembalun.
Sembalun merupakan daerah yang tidak jauh dari gunung Rinjani, terletak di dataran yang cukup tinggi membuat suhu udara cukup dingin. Selesai menurunkan barang-barang dari motor kami langsung menuju kamar masing-masing. Setelah mandi dan ganti pakaian waktunya menuju restoran untuk makan, ngopi dan ngobrol.
Malam itu tidur terasa nyaman, mungkin karena lelah, perut kenyang dan udara yang dingin membuat tidur menjadi pulas. Pagi-pagi saya terbangun ketika hari masih gelap. Saya mengambil kamera saku saya dan bergegas keluar untuk mencari objek yang bisa difoto. Remang-remang gunung Rinjani tampak menjulang, langit terlihat cerah dengan sedikit hiasan awan putih. Saya menunggu saat yang tepat untuk mengambil foto gunung Rinjani.
Hari ini acaranya adalah menyerahkan bantuan kepada kelompok masyarakat yang terkena bencana gempa bumi beberapa waktu lalu. Kami dari Estrella Owners Indonesia telah mengumpulkan sedikit dana untuk membantu pembangunan kembali rumah ibadah yang hancur karena gempa. Bantuan berupa 100 sak semen, beberapa truk pasir dan sejumlah bahan bangunan lainnya kami serahkan kepada pengurus pembangunan setempat. Senang rasanya bisa membantu sesama anak bangsa yang sedang terkena musibah.
Selesai acara penyerahan bantuan, kami memohon diri untuk melanjutkan perjalanan kembali ke Lombok barat melalui jalur utara. Pengurus telah mempersiapkan penginapan di daerah Senggigi untuk kami nginap semalam sebelum kembali ke Bali dan lanjut ke Banyuwangi.
Meninggalkan Sembalun kami melewati jalan-jalan kecil menurun dan berliku, ada sebagian jalan yang sedang dalam perbaikan dan di sinilah kami harus rela bermandi debu tanah. Beruntung saat itu kondisi kering, seandainya basah pasti kami sudah harus berkubang lumpur. Ketika mencapai jalur pinggir pantai, jalan rata-rata lurus dan sangat baik. Kami bisa sedikit bermain-main dengan kecepatan Estrella. Saya sudah biasa menggeber si Vera (Versys 250) dan si Kanijo (Vulcan 650) sampai di atas 100 kpj. Enteng bagi si Vera apalagi si Kanijo, tetapi untuk si Jlitheng kecepatan di atas 100 kpj bukanlah zona nyamannya. Si Jlitheng masih nyaman sampai 85 kpj, di atas itu terasa maksanya. Tapi gak masalah toh dengan motor apapun ketika touring rata-rata kecepatan di bawah 80 kpj. Sesekali saja lari lebih kencang, itupun jika semua kondisi memungkinkan.
Lewat tengah hari kami sudah tiba di Lombok barat, jalan utama di daerah ini sangat bagus, mungkin karena di daerah ini menjadi tujuan utama pariwisata sehingga jalan-jalannya dibuat lebih bagus. Sangat menikmati mengendarai motor di sini, jalanan mulus, meliuk ada turunan ada tanjakan. Untuk bikers kondisi jalanan di Senggigi ini sungguh super nikmat. Beberapa dari kami tiba di hotel duluan, ternyata teman-teman yang di belakang mampir dulu makan siang di pinggir pantai. Kita yang tiba di hotel duluan terpaksa mampir KFC dan warung padang yg dekat dengan hotel. (…bersambung ke next article..)
Pingback: Estrella Owners Indonesia (EOI) visited brothers in Lombok (part 3) | lexyleksono